3 Akibat Anak Millennial Jarang Berolahraga
Jakarta - Anak milenial bisa jadi jarang beraktivitas fisik, terutama olahraga. Padahal, anak-anak yang kurang berolahraga jadi stres dan terlihat lebih tua.
Seorang penulis dari India, Raksha Bharadia, dalam bukunya Roots and Wings 2menuliskan, anak yang tidak bugar cenderung merasa rendah diri dan bersikap antisosial. Anak jadi introvert, menderita depresi, dan tidak termotivasi.
"Anak yang jarang olahraga, saat besar juga cenderung menjadi sasaran penindasan (bully) dan berprasangka. Dampak ini terjadi sampai mereka dewasa. Jarang olahraga rentan bikin anak stres, mudah bosan, anak jadi kelihatan lebih tua, anak kurang tahu cara bersantai, bersenang-senang, dan bergaul untuk mengatasi perbedaan," kata Raksha.
Belum lagi, jarang olahraga berisiko bikin anak obesitas. Raksha mengatakan, obesitas lebih lazim ditemukan dalam kelompok sosial ekonomi atas, sekitar 80 persen.
"Semua anak ini mengaku tidak banyak menggerakkan tubuh setiap harinya. Gaya hidup yang kurang beraktivitas dan obesitas mengarah ke penyakit jantung, hipertensi, dan kekuatan otot yang lemah," tulisnya.
Raksha mengutip pernyataan ahli gizi Suman Agarwal yang menyebutkan, sekitar 80 persen anak yang kelebihan berat badan maupun obesitas akan menjadi orang dewasa yang juga kelebihan berat badan. Jadi, ini seperti bom waktu bagi kedokteran yang hanya menunggu waktu untuk meledak. Kata dia, ada tiga penyebab anak milenial jarang berolahraga.
1. Kurangnya lahan
Raksha bilang, kurangnya lahan jadi penyebab anak milenial kurang bergerak. Terlebih, kurangnya lahan dan kegiatan anak didominasi teknologi. Belum lagi ruang terbuka yang makin sempit. Alhasil, anak sulit punya ruang untuk bergerak.
"Yang kita bisa lakukan sesering mungkin antara lain mengajak anak melakukan aktivitas fisik, meski sebentar tapi rutin," ujar Raksha.
2. Perlu menggiatkan aktivitas fisik di sekolah
Raksha mengatakan, sejumlah sekolah memasukkan pelajaran olahraga hanya sekali seminggu, yang lamanya tidak seberapa. Dan sebagian besar orang tua ingin anak-anak berprestasi di jalur akademik. Tak hanya itu, banyak juga sekolah yang tidak memiliki lapangan bermain.
Padahal, menurut para peneliti di Michigan State University Institute, anak yang berolahraga tampil lebih baik di sekolah daripada mereka yang tidak. Partisipasi dalam olahraga mengajarkan anak-anak untuk fokus pada tugas dan mengelola waktu mereka secara eksklusif.
"Pada awal abad ke-20, olahraga dan permainan terjadi secara spontan, tidak terstruktur, tanpa campur tangan orang dewasa. Menjelang akhir abad ke-20, kebanyakan permainan bebas yang tidak terstruktur berubah menjadi olahraga yang terorganisasi," kata peneliti dilansir detikcom.
Katanya, orang tua mencoba mengatur setiap aspek kehidupan anak mereka demi mengejar kesempurnaan dengan semangat. Bahkan, saat ini sudah ada program olahraga terstruktur untuk anak umur empat tahun.
3. Kemajuan teknologi
"Kemunculan TV, komputer, sampai play station sebagai alat hiburan juga menjadi alasan utama pergeseran dari kegiatan di luar ruang ke dalam ruang. Jari jemari mereka juga sibuk memencet tombol dengan cepat di atas keyboard atau remote control," ujar Raksha.
(haibunda.com)