Pemkot Surabaya Gelar ORI Difteri
SURABAYA - Surabaya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan melakukan imunisasi difteri pada Februari, Juli, dan Desember 2018. Imunisasi tambahan (outbreak respon immunization/ORI) ini akan menyasar 753 ribu warga Surabaya dengan rentang umur satu sampai 19 tahun.
Imunisasi tambahan difteri akan dilaksanakan pada 6.677 fasilitas kesehatan (faskes) se-Surabaya dengan melibatkan sekitar 1.093 petugas yang melayani pemberian vaksin.
"Fasilitas kesehatan meliputi posyandu, puskesmas, dan rumah sakit," kata Kepala Dinas Kesehatan Surabaya, Febria Rachmanita di Balai Kota Surabaya pada Rabu, 17 Januari 2018.
Pengadaan vaksin, lanjut Rachmanita, bersumber dari pemerintah pusat atau Kementerian Kesehatan. Anggarannya sendiri diambil dari APBD. Dia juga memastikan, imunisasi difteri sudah mendapat sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) "Masyarakat yang menolak (imunisasi difteri) kami minta MUI yang sosialisasi," ujarnya.
Febria menjelaskan, pemberian imunisasi difteri juga akan dibuka bagi masyarakat yang berumur di atas 19 tahun. Namun, tidak akan dikategorikan sebagai pasien ORI. Selain itu, pemberian vaksin juga tidak membedakan warga yang sudah diiminisasi sebelumnya.
Menurutnya, kekebalan penyakit dari imunisasi di Surabaya tergolong rendah, tidak lebih dari 50 persen. Sehingga, Jawa Timur (Jatim) menjadi provinsi dengan risiko terjangkit difteri yang tinggi.
"Anak SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi di Jawa Timur semua wajib (imunisasi). Karena itu program pemerintah," kata Febria menegaskan.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengimbau, supaya semua masyarakat mendapat imunisasi difteri. Dia menyatakan sudah menggelontorkan dana anggaran sebesar Rp 49 miliar dari Rp 98 miliar total perkiraan kebutuhannya.
Sasaran penggunaannya, untuk 10,7 juta pasien imunisasi kategori ORI di 38 kabupaten kota di Jawa Timur. Imunisasi diberikan sebanyak tiga kali pemberian dengan interval pemberian 5 bulan.
Sebagai informasi, ada sebelas daerah di Jawa Timur dengan kasus difteri tertinggi. Yakni, Sampang, Gresik, Nganjuk, Pasuruan, Surabaya, Malang, Lumajang, Bojonegoro, Jombang, Sidoarjo dan Blitar. Angkanya mencapai 10 hingga 20 penderita.
(sumber: Liputan 6)